JagatBisnis.id, Jakarta, 9 April 2021 – Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah. Larangan mudik ini berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021.
Penerbitan SE ini dilatarbelakangi potensi peningkatan mobilitas masyarakat pada bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2021, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata yang memiliki risiko terhadap peningkatan laju penularan Covid-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Profesor Wiku Adisasmito mengatakan, jika ada yang tetap memaksakan diri, akan menimbulkan mobilitas yang berpotensi meningkatkan penularan Covid-19. Peningkatan kasus bukan hanya sekadar positif Covid-19, namun juga efek jika memiliki komorbid dan usia lanjut.
“Kenaikan kasus penularan itu berarti nyawa. Itu adalah konsekuensi publik yang harus kita tanggung. Karena itulah, jangan melakukan mudik,” pesan Profesor Wiku dalam Dialog KPCPEN bertema Mudik Ditunda Pandemi Mereda yang ditayangkan di FMB9ID_IKP, Jumat (9/4/2021).
Prof Wiku menambahkan, semua pihak harus belajar dari pengalaman yang menunjukan lonjakan kasus akibat mobilitas yang tinggi pada masa liburan panjang.
Pada libur Idul Fitri tahun lalu terjadi lonjakan hingga 600 kasus per hari. Dan saat libur panjang Hari Kemerdekaan tahun lalu terjadi lonjakan hingga 1.100 kasus per hari. “Saya mengingatkan kembali, harganya adalah nyawa. Itulah yang harus kita hindari,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, menindaklanjuti aturan yang diterbitkan Satgas, maka Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 13 tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi selama masa Idul Fitri 1442 Hijriah dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
“Pengendalian transportasi tersebut dilakukan melalui larangan penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi untuk semua moda transportasi,” ujar Adita.
Namun, menurutnya, untuk pengoperasian transportasi logistik masih tetap seperti biasa.
Juga sejumlah pengecualian bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan dalam waktu tersebut. Di antaranya Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan BUMN, karyawan BUMD, TNI/Polri, dan karyawan swasta yang bekerja atau melakukan perjalanan dinas dengan dilengkapi dengan surat tugas.
Termasuk kunjungan keluarga yang sakit, kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal dunia, ibu hamil dengan satu orang pendamping, dan kepentingan melahirkan dengan maksimal 2 orang pendamping, serta pelayanan kesehatan darurat.
Adita menjelaskan, pada 6-17 Mei 2021 masih efektif hari kerja. Sehingga kemungkinan pegawai ASN/PNS atau pegawai kantor ada yang melakukan perjalanan dinas ke luar kota.
Selain itu, bagi masyarakat umum yang memiliki kepentingan mendesak seperti kelahiran/kedukaan, harus diketahui dan disetujui melalui surat keterangan dari pemerintah setempat lurah/kepala desa.
Mengenai kemungkinan mobilitas masyarakat di luar tanggal larangan mudik tersebut, Adita menjelaskan saat ini kapasitas moda transportasi umum sudah dan masih dibatasi.
Hal itu dimaksudkan agar moda transportasi tidak terisi penuh penumpang dan bisa tetap jaga jarak. “Kami juga minta kepada moda transportasi publik jangan sampai demand yang terjadi tidak bisa diantisipasi karena keterbatasan armada. Sehingga justru terjadi penumpukan, lonjakan penumpang, antrean, dan kerumunan,” tutup Adita.